Kamis, 20 Desember 2007

Ketupat, Rendang, dan Opor Ayam

Tiba lagi hari yang dinanti
ketupat, rendang, dan opor ayam tersaji
ada juga kue, mungkin juga roti
lalu di pucuk pagi
ada hati
bertulisan, "Lebaran ini selalu berarti
bagi kami
yang memupuk kikir, iri, serta dengki."

Wahai, Yang Mahabersih,
izinkan kami membilas diri
meski besok kaki bernajis lagi,
izinkan kami jadi Sisifus--tak lelah memanggul batu itu,
terpincang-pincang ke haribaan-Mu.

Minggu, 02 Desember 2007

Mengetahui dan Menilai


Mengetahui sesuatu tidak berarti kita mampu menilainya. Mengetahui si Polan belum berarti sanggup menilai si Polan. Mengetahui dan menilai berada di ranah yang berlainan.

Menyedihkan, acapkali kita terjerembab oleh ketidakpahaman mengenai perbedaan itu. Hanya karena tahu pekerjaannya, gelarnya (haji/ hajah, sarjana, pejabat, ustad), etniknya, bangsanya, penghasilannya, mobilnya, dan semua atribut yang kasatmata, kita merasa sanggup menilai manusianya; kita merasa pantas menilainya. Alangkah naifnya. Terperangkaplah kita oleh ketidakpahaman sendiri.

Menilai orang amat jauh berbeda dengan menilai barang. Benda mudah dinilai. Manusia? Bukan pekerjaan gampang. Sebab menilai manusia berarti menilai keseluruhan dirinya. Keseluruhan diri itu lebih dari sekadar atribut luar. Kita mesti menimbang-nimbang pemikirannya, pribadinya, jiwanya. Pada puncaknya, kita menilai ruh-nya. Adapun ruh itu tak kurang dari pemberian-Nya! Maka, tiap kali tebersit niat menilai, cobalah bertanya kepada diri kita sendiri, "Mampukah aku, layakkah aku menilai ruhnya?"

Sungguh, menilai manusia mesti dibarengi sikap arif--sikap yang bisa kita rengkuh bila sudah tiba pada taraf tertentu dalam hidup ini. Sebenarnyalah, menilai manusia itu tak lain dari menilai hidupnya. Maka, kita perlu juga bertanya, "Tahukah aku, pantaskah aku akan kehidupannya?" Jawabannya bisa kita peroleh jika sudah cukup makan asam garam dunia ini.

Betapa pelik perkara menilai manusia. Lalu, seandainya kita menyadari belum tiba pada taraf itu, pada sikap itu, janganlah patah arang. Bacalah, belajarlah, hiduplah! Pasti suatu hari kita akan sampai di sana.

Dan kalau Anda bertanya, "Kapan saya bisa sampai ke sana?", saya hanya bisa menjawabnya, "Eee ..., kok masih nanya? Belajar gih!" :-)